Rp100 Juta di Polda, Tapi Bukan Biaya Rehabilitasi? Kasubdit II Ditresnarkoba Diduga Biarkan Praktik Abu-Abu
Surabaya – Dua warga, B asal Gresik PPI dan Bayu asal Sedayu, Krembangan Surabaya, diamankan Unit 3 Subdit II Ditresnarkoba Polda Jawa Timur dalam kasus penyalahgunaan narkoba. Keduanya sempat ditangani di Polda sebelum akhirnya diserahkan ke Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Timur untuk menjalani proses Tim Asesmen Terpadu (TAT). Hasil asesmen menyebutkan keduanya direkomendasikan menjalani rehabilitasi.
Namun, ada fakta mencurigakan di balik penanganan ini. Informasi yang beredar menyebut keluarga telah menyerahkan uang dalam jumlah besar di Polda Jatim. Awalnya disebut Rp85 juta, namun keterangan terbaru dari ibu B mengungkap adanya permintaan penuh hingga Rp100 juta.
Menurut penuturan keluarga, pada 16 Agustus sore, ibu B bertemu dengan seorang anggota opsnal lapangan bernama Lukman yang disebut “membuka harga” Rp100 juta. Dua hari kemudian, tepatnya Jumat 18 Agustus, sebagian uang sudah dititipkan melalui bapaknya Bayu. Setelah itu, pihak keluarga terus ditelepon agar melengkapi hingga genap Rp100 juta.
Anehnya, ketika keduanya masuk tahap rehabilitasi di BNNP, biaya itu sama sekali tidak tercatat sebagai kewajiban resmi. Lantas, kalau Rp100 juta sudah keluar, uang itu sebenarnya untuk apa? Mengapa di BNNP malah disebut belum ada pembayaran?
Barang Bukti Nihil, Pemakai Tetap Dilempar ke BNNP
AKP Hendro, Kanit PS yang ikut menangani kasus ini, menyatakan secara tegas bahwa dari kedua pengguna tidak ditemukan barang bukti.
“Mereka hanya pemakai saja,” ujarnya, Senin (1/9) di Mapolda.
Dengan kondisi seperti itu, seharusnya kasus ini bisa diproses secara lebih proporsional. Tapi anehnya, Kasubdit II Ditresnarkoba AKBP Mirzal Maulana, SIK, SH tetap menyerahkan keduanya ke BNNP untuk menjalani TAT. Padahal, jika memang tidak ada barang bukti, bukankah polisi seharusnya memberi rujukan rehabilitasi tanpa embel-embel biaya “gelap”?
Kelalaian atau Permainan?
Sikap Kasubdit II ini menimbulkan pertanyaan besar. Di satu sisi, ia membiarkan dugaan pungutan uang hingga Rp100 juta di internalnya tidak jelas arahnya. Di sisi lain, ia tetap mendorong kasus ini masuk jalur BNNP meski tanpa barang bukti yang mendukung proses pidana.
Apakah ini bentuk kelalaian? Atau justru pembiaran terhadap praktik-praktik abu-abu yang menodai citra Polda Jatim?
Publik Butuh Transparansi
Keluarga berharap rehabilitasi bisa berjalan sesuai rekomendasi TAT, tanpa lagi ada beban biaya di luar ketentuan resmi.
“Kalau memang untuk rehab, seharusnya jelas. Tapi kenyataannya di BNNP malah dibilang belum bayar,” tegas salah satu kerabat.
Kasus B dan Bayu kini bukan sekadar soal penyalahgunaan narkoba. Ini juga soal integritas aparat, terutama di level Kasubdit II Ditresnarkoba Polda Jatim.
Tanpa transparansi dan tanggung jawab penuh dari pejabat terkait, kepercayaan publik akan semakin terkikis. Dan pertanyaan paling besar yang masih menggantung: kalau Rp100 juta itu bukan biaya rehabilitasi, lalu untuk apa dan masuk ke kantong siapa?
Posting Komentar